Konon, penduduk Irak mudah mendoakan buruk untuk pemimpin-peminnya yang tidak mereka sukai, sehingga sulit ada gubernur bertahan lama di sana. Kalau tidak terbunuh, mereka mati karena penyakit ganas, sebagaimana Ziyad bin Sumayyah, gubernur pada masa Mu’awiyyah bin Abi Sufyan.
Sejak masa Sayyidina Umar, penduduk Irak memang hampir selalu bermasalah dengan gubernurnya. Doa adalah senjata mereka untuk melawan gubernur yang tidak disukainya, sehingga sang gubernur tidak bisa bertahan lama. Namun, hal itu tidak terjadi pada Hajjaj bin Yusuf yang mampu bertahan dan berkuasa hingga 20 tahun lamanya, padahal dalam kepemimpinan Hajjaj penuh pergolakan politik dan hampir semua rakyat tidak menyukainya.
Ternyata, selain jurus politik yang keras, Hajjaj menerapkan jurus aneh dan terbilang ampuh; menumpulkan ketajaman doa masyarakat Irak sebelum berkuasa. Ia memerintahkan masing-masing dari mereka agar membawa sebutir telur ayam dan mengumpulkannya di depan masjid. Bagi masyarakat Irak, itu tidak terlalu prinsip hingga mereka mematuhinya.
Terkumpullah ribuan telur ayam di halaman masjid. Namun anehnya, Hajjaj tiba-tiba menyatakan gagal memanfaatkan telur-telur itu dengan alasan yang tidak masuk akal. Ia memerintahkan agar mereka mengambil kembali telur-telur yang terkumpul dan membawa pulang. Tentu saja, mereka mengambil sembarangan, tertukar dengan milik orang lain.
Setelah kejadian itu, dengan percaya diri Hajjaj tampil mempimpin masyarakat Irak. Meski dengan perlakuan keras dan terbilang diktator dan zalim, Hajjaj tetap sehat dan bertahan lama, bahkan sampai dua priode khalifah; Abdul Malik bin Marwan dan putranya, al-Walid. Ketika masyarakat mendoakan buruk terhadap Hajjaj, doa mereka tumpul. Konon, tumpulnya doa mereka akibat makan telur ayam bukan miliknya.
***
Doa akan terhalang oleh makanan haram. Itulah rumus dalam ketumpulan doa seorang muslim sehingga sulit makbul. Sedemikian dahsyat pengaruh makanan haram terhadap kualitas doa seseorang. Sebutir telur haram mampu menghalangi doa; hubungan antara hamba dan tuhannya. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana jika makanan haram itu menjadi konsumsi sehari-sehari atau bahkan sepanjang hidup. Tidak hanya sebutir telur, tetapi beras, lauk-pauk hingga minuman semuanya bernilai haram.
Makanan haram dapat melahirkan pekerjaan yang tidak diridai Allah. Dari itulah, ketajaman doa yang memang dijanjikan kemakbulannya dalam surah al-Mu’min [40]: 60 menjadi tumpul. Tidak hanya itu, makanan haram akan melahirkan karakter negatif, sehingga menjerumuskan seseorang pada pekerjaan yang mengarah pada neraka. Nabi bersabda, yang artinya, “Setiap daging yang tumbuh dari sumber yang haram, api neraka lebih berhak baginya” (H.R. Ahmad).
Bisa mungkin, darah yang dihasilkan dari makanan haram tersebut mengalir di tubuhnya dan membuat ia terus gelisah. Kegelisahan itulah yang kemudian berujung pada pelampiasan dan menjerumuskan seseorang pada pekerjaan dosa. Sederet dalil, baik dari Al-Qur’an atau hadis, yang menjelaskan bagaimana sisi hukum pada makanan berpengaruh besar pada mental seseorang.
Ayat berikut dikira cukup mewakili sebagai dalil atas pengaruh dua sisi hukum pada makanan: haram dan halal.
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui pada apa yang kalian kerjakan” (Q.S. Al-Mu’minun: 51).