Pada masa al-Makmun ada seorang yang mengaku sebagai nabi. Mendengar itu, al-Makmun memanggilnya dan bertanya, “Apa tanda kenabianmu”. Pengaku nabi menjawab, “Aku tahu apa yang ada di dalam hatimu.” Al-Makmun bertanya lagi, “Apa yang ada di dalam hatiku?” Ia menjawab, “Kamu berkata, ‘saya bohong'”.
Akhirnya, al-Makmun menahan orang yang mengaku nabi tersebut. Setelah beberapa hari, ia kembali didatangkan pada al-Makmun. Al-Makmun kembali bertanya, “Apa Jibril memberi wahyu padamu dengan sesuatu?” Ia menjawab, “Tidak!”
“Kenapa demikian?” Tanya al-Makmun. Ia menjawab, “Karena malaikat tidak masuk ke ruang tahanan”. Al-Makmun tertawa, dan melepaskan pengaku nabi itu.
Pada masa al-Makmun pula, ada yang juga mengaku nabi terakhir. Setelah dihadirkan, al-Makmun memerintahkan pada Tsamamah untuk bertanya apa tanda kenabiannya. Pengaku nabi menjawab, “Tanda kenabianku, saat aku menggauli istrimu di hadapanmu, lalu lahir anak laki-laki, ia akan bersaksi saat ia lahir bahwa aku sebagai nabi.” Tsamamah pun mengatakan, “Adapun saya, bersaksi bahwa kamu adalah nabi.”
Mendengar perkataan Tsamamah, al-Makmun heran dan bertanya, “Kok sedemikian cepat kamu beriman kepadanya?” Tsamamah menjawab, “Enak sekali kamu, ia menggauli istriku, sementara aku menyaksikan.” Al-Makmun tertawa dan melepas pengaku nabi itu.
Dari kisah ini, pengaku nabi memang rata-rata tidak waras. Era kenabian sudah selesai, setelah Nabi Muhammad diutus. Nabi Muhammad adalah nabi terakhir, dan tak ada nabi lain setelahnya. Namun, gelar kenabian kadang membuat seorang terpesona hingga menganggap prestisius jika ia seorang nabi. Akhirnya, ia mengaku nabi.