Di antara mukjizat Nabi Muhammad adalah pembelahan bulan. Dalam catatan sejarah perkembangan Islam awal, Rasulullah diminta oleh orang-orang kafir untuk menunjukkan mukjizatnya kepada mereka. Rasulullah pun menunjukkan dengan pembelahan bulan saat itu.
Kisah pembelahan bulan ini, di antaranya disinggung oleh sejarawan sekaligus kritikus rawi, al-Hafidz Syamsuddin adz-Dzahabi. Melalui karyanya, Tarikh al-Islam wa Wafayat al-Masyahir wa al-A’lam, (1:209-211) mengumpulkan beberapa riwayat hadits mengenai kejadian tersebut. Setidaknya, berikut kesimpulan dari pemaparan adz-Dzahabi.
Pertama, pembelahan bulan ini juga disinggung oleh al-Quran. Pada awal surah al-Qamar, disebutkan:
ٱقۡتَرَبَتِ ٱلسَّاعَةُ وَٱنشَقَّ ٱلۡقَمَرُ . وَإِن یَرَوۡا۟ ءَایَةࣰ یُعۡرِضُوا۟ وَیَقُولُوا۟ سِحۡرࣱ مُّسۡتَمِرࣱّ
Saat (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus menerus.” (Q.S Al-Qamar :1-2).
Ibn Umar menyatakan, pembelahan bulan pada ayat ini terjadi pada masa Rasulullah. Sepotong di di atas gunung, sepotong di bawah. Itu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Kedua, juga dalam ayat di atas disebutkan, bagi orang-orang musyrik mukjizat disuguhkan tidak serta-merta mempercayainya, malah menyebut sebagai sihir.
Ketiga, pembelahan bulan oleh Rasulullah sebagai sebanyak dua kali. Dari Qatadah dari Anas bin Malik disebutkan, “Penduduk Mekah meminta Nabi Muhammad agar memperlihatkan bukti kenabian. Rasulullah pun memperlihatkan pembelahan bulan dua kali.”
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, juga mencantumkan hadits ini. Hanya saja, dalam al-Bukhari tidak menyebut marratain (dua kali). Di Shahih Muslim, ada tambahan dalam bab sifat-sifat kaum munafik ada kata firqatain marratain, ‘menjadi dua, dua kali’.
Keempat, dalam Imam Muslim, dari Ibn Mas’ud dijelaskan, pembelahan bulan oleh Rasulullah ini, terjadi di Mekah, sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Bulan di belah dua; sebelah di Abi Qubais dan sebelahnya di Suwaida’. Munafiqin saat itu menyebut sihir.
Kelima, saat menunjukkan pembelahan bulan kepada mereka, Rasulullah menyeru, “Allahumma Isyhad”, ‘Saksikan!’. Tapi, mereka tak mau menerimanya, dan malah menyebut sihir. “Sihrul Qamar, ‘Sihir bulan”, kata mereka.